Bulan Ramadhan lalu Kemal nyaris berkelahi dengan seorang anak
laki-laki yang usianya sekitar 3 atau 4 tahun lebih tua darinya.
Penyebabnya ternyata sederhana.
Di masjid saat tarawih,
anak-anak berkumpul di barisan tersendiri. Sebagian tidak saling
mengenal karena perbedaan sekolah, beda usia, beda area main. Malam itu,
mereka saling ngobrol, mungkin juga saling kenalan.
Anak Besar (AB): rumahmu dimana dek?
Kemal (K) : di ...(menyebut alamat kami)
AB : Kemarin aku sering main kesana, ga pernah lihat kamu tuh.
K : Oooh, iya. Mungkin waktu kemarin aku ke Jepang.
AB : (ketawa)... Ke Jepang?
K : Iya, sama eyangku, 2 bulan mas...
AB : bohong kamu...
K : enggak...
AB : bohong...!
K : enggak!
AB : (mulai marah) iki arek cilik mbujuk thok!
K: Aku enggak bohong!
AB : Mana ada anak-anak bisa ke luar negeri????
K : aku memang ke jepang!!!
Dan mulailah mereka pukul-pukulan...
Saya
tidak bisa menyalahkan si Anak Besar yang marah karena merasa
dibohongi. Mungkin saja dalam pendidikan keluarganya, perjalanan keluar
negeri adalah hal mustahil, terutama bagi anak-anak. Mungkin saja
wawasannya memang belum terbuka, namanya juga anak-anak.
Dan
Kemal, wajar kalo dia marah dan tersinggung dikira tukang bohong. Dia
memang saat itu baru pulang dari kunjungan 2 bulannya ke Kyoto, Jepang.
Mau dijelaskan kayak apa, kalo dia tidak melihat bukti ya susah untuk percaya.
Sama
ya kayak sekarang. Keluarga dan sahabat-sahabat saya menganggap bisnis
yang saya jalani ini bisnis apus-apus (bohongan, red). Mereka anti MLM
karena mendengar pengalaman buruk beberapa orang dengan bisnis type ini.
Atas dasar kecintaan pada saya, mereka menghimbau saya tidak ikut.
Termasuk alm Adrian, sahabat terdekat saya.
Iya, mereka
hanya mendengar dan belum pernah mengalami sendiri. Tapi itu sudah
cukup untuk membuat mereka percaya bahwa segala sesuatu yang berbau
MultiLevelMarketing itu buruk.
Apakah saya berusaha
menjelaskan pada mereka? Iya, pastinya. Tapi tidak semua, hanya pada
sebagian orang saja. Mendingan saya fokus di bisnis daripada menjelaskan
kepada teman-teman yang antinya bukan karena peduli sama saya,tapi
karena takut direkrut, hehehe...
Jalan satu-satunya
untuk menumpas keraguan mereka adalah dengan memberi bukti. Bukti diri
sendiri loh yaaa. Kalo memberi bukti keberhasilan upline memang bagus
juga, tapi potensi dipercayai tentunya agak rendah.
Jadi
biarkanlah, mereka melihat saya apa adanya sekarang ini. Melihat saya
bekerja, menunggu saya membuktikan kata-kata itu. Mereka sayang sama
saya, dan saya akan balas kasih sayang itu dengan sukses versi saya,
Allahumma aamiin...
Menjelaskan tentang bisnis tetap
diperlukan supaya orang lebih melek, bahwa ini adalah salah satu jalan
baik untuk mencari rejeki. Bahwa potensinya memang benar-benar ada,
bahwa orang yang sukses lewat jalur ini benar-benar ada, bisa didatangi,
bisa disentuh (kalo boleh sama orangnya). Edukasi masyarakat disertai
bukti, dibungkus kerendahan hati, semoga bisa membuat sedikit mengerti.
Kalo tetap ada yang berpandangan lain, ya gapapa. Ga harus semua setuju
sama kita juga kan?
Ian, sayange kowe wis raiso nyekseni ya bro... Rasah kawatir meneh yo, aku ra diapusi kok...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar