Jumat, 04 November 2011

Dalam Tidur #1

Aku berada di tempat terbuka yang luas, dikelilingi pepohonan. Kupicingkan lagi mataku…ah, itu pohon kelapa sawit. Tanah lapang berumput yang terbentang di depanku, dihiasi ilalang di beberapa sudutnya. Di tengah-tengah lapangan, banyak anak-anak sedang berkegiatan. Pramuka rupanya.

Kuterka, umur mereka sekitar 10 atau 11 tahun. Beberapa anak membawa ember-ember berisi air, beberapa sibuk mengikat tali pada tongkat bambu -  membuat tandu, beberapa gadis tampak kerepotan menyalakan api di tungku kayu, dan seorang anak laki-laki membantu mereka. Tunggu… aku mengenalnya…anak laki-laki itu… itu kamu.  

Itu adalah kamu versi belasan tahun yang lalu, ah, nyaris 20 tahun yang lalu. Kamu yang tak banyak bicara, kamu yang selalu membantu orang lain, kamu yang ketua regu, kamu yang…hehehe…kamu yang manis dan imut….

Aku ada dimana sih ini? Mimpi? Atau, aku baru saja melintasi lorong waktu? Kulayangkan pandang ke sekelilingku. Aku berada di tepi lapangan , di dekat sebuah bangunan rumah, bersama beberapa orang lainnya. Mereka seperti orangtua yang menunggui anak-anaknya pramuka di sore hari. Ada yang ngobrol, ada yang sibuk dengan bacaannya, ada yang hanya terkantuk-kantuk.

…drap drap drap…!!! “AAAAAAAAA….!!!!” terdengar suara derap langkah, disertai jeritan panjang memekakkan telinga. Aku menoleh..

Seekor bandot-kambing jantan, berlari memasuki lapangan. Bandot itu tampak gusar. Di atasnya, seorang anak perempuan duduk terbanting-banting sambil berpelukan pada badan si bandot. Aku tergelak melihatnya. Begitu juga dengan orang-orang di tepi lapangan. Gadis itu akhirnya terjatuh di tanah berrumput, dan si bandot melesat meninggalkannya. Anak perempuan berkulit gelap itu bangun. Membersihkan rumput kering dan tanah yang menempel di rok pramukanya. Beberapa orang dewasa ( mungkin pembina pramuka) berlari ke arahnya, terlihat khawatir, begitu juga beberapa anak lainnya. “Aku tak apa-apa, aku baik-baik saja!” katanya. DEG! jantungku berdegup. Semua orang yang tadinya berwajah khawatir tampak lega. Sepertinya ada yang mau memarahinya. Karena aku kemudian mendengarnya berkata : “maafkan aku, aku hanya ingin menaikinya saja, tidak akan menyakitinya…..”

Hahaha…aku memakluminya, aku dulu juga pernah begitu…

Hei, jangan-jangan ini…. Aku penasaran dengan anak perempuan yang membelakangiku itu, aku menunggunya menoleh, namun dia masih sibuk membersihkan bajunya, mengelus pinggulnya sambil sedikit mengaduh. Ditingkahi senyum geli teman-teman yang membantunya. Ayolah…ayolah…sebentaaar saja, aku membatin. Tunjukkan dirimu…

Seperti mendengar, dia pun menoleh, sepersekian detik menatap ke arahku, bukan, lebih tepatnya, pandangannya menyapu ke seluruh “penonton” yang tadi melihat aksinya itu. Saat dia menatapkau tadi, tidak ada tanda-tanda pengenalan. Namun aku sudah yakin. Aku sudah tahu, aku langsung paham, itu aku, di masa lalu.

Oke, jadi apakah ini? Mimpikah? Apapun ini, aku memutuskan menikmatinya.

Aku duduk di atas sebuah lincak bambu yang agak tinggi, yang dibangun  menempel dinding, sepanjang tepi bangunan satu-satunya di tepi lapangan itu. Aku duduk di ujung kanan lincak. Di kananku, masih ada beberapa orang berdiri, ada juga yang duduk di atas sepeda motor. Di kiriku, seorang perempuan dengan rambut dicat coklat pirang. Dia sepertinya sibuk dengan semacam HP, entah sedang apa, sekilas seperti asyik sms, atau mungkin bbm.

Baru saja aku akan melihat kearah lapangan lagi, perempuan itu mencondongkan badannya ke depan. Pandanganku tertahan oleh sosok yang kudapati ternyata berada di sebelah perempuan itu.

Kamu, bersender santai di dinding. Dengan topi dan tshirt putih, kamu yang dewasa menoleh ke arahku, tersenyum. Kulemparkan pandang penuh tanya, kamu tetap tersenyum.  Si mbak-rambut-coklat beranjak dan pergi. Meninggalkan ruang selebar setengah meter antara kamu dan aku.

Kau condongkan badan kearahku, berbisik : “Sudah kubilang, aku akan bawa kamu ke tempat kita melihat bahagia. Lihat kamu kecil barusan, lucu kan?”. Aku tersenyum., mengangguk kecil. Kamu semakin mendekat, membiarkan wajah kita, hanya berjarak tak lebih dari lima senti.

Aku memalingkan wajah, malu. Kamu menjauh kembali, ke posisi seperti sebelumnya, namun kini, tanganku tergenggam olehmu. Entah apa sebabnya, aku sedikit menarik tanganmu, dan kaupun mendekat…. Menyentuhkan bibirmu dengan bibirku. Aku terpejam, kau melakukannya lagi, kini kau mengecupku ringan, dan lagi dengan lembut. Aku menyambutmu, menikmati setiap detik waktu, merasakan setiap milimeter bibirmu… Aku merasakannya, sampai saat bulir airmata turun di pipi, aku mengakui, bahkan dalam mimpi pun, kau mampu menggemakan cinta….

                                                                

3 komentar:

  1. Yang ini, saya tahu, ga ada alur yang jelas, bla bla bla. Mohon permakluman, ini cuma mimpi, alurnya ya persiiiis seperti mimpi yang saya alami. Gak kreatif kan saya? hehehehehe....
    Sekedar info, ini adalah mimpi tadi pagi, selepas saya sahur. Enjoy!

    BalasHapus
  2. Makasih... Yang lebih menyenangkan, saya bisa mengingat dan menuliskannya.
    Bagi mimpinya juga dong... ^^

    BalasHapus