Tampilkan postingan dengan label mimpi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mimpi. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 Oktober 2014

Buka Tabungan Haji juga, hehehe....

Alhamdulillah, akhirnya punya rekening tabungan haji. Hehehe...

Seperti muslim pada umumnya, saya juga pengen banget naik haji. Pengen banget menghajikan orangtua. Tapi, yaaa gitu deh. Sebatas pengen, sebatas kagum sama teman-teman yang sudah duluan berangkat.

Sampai akhirnya kemarin pas Idul Adha, kepikiran untuk MELAKUKAN SESUATU. Ga cuma diem, berharap, berdoa dan titip "panggilin namaku disana ya" sama kerabat yang pergi haji. Hihihi (ada yang pernah begitu?)

Yang faling fenting sih, pengen memberangkatkan mama tersayang. Beliau kan sudah hampir 60 tahun, pasti juga pengen banget. Dulu untuk nabung itu susah banget, beliau sendirian, anaknya 4 sekolah dan kuliah semua. Kerja sampe malam tiap hari (dulunya beliau menjahit, klise banget ya kayak sinetron) itu cuma cukup untuk ngirim kakak yang kuliah di luar kota, saya dan kakak yang SMP-SMA dan kuliah di jogja, dan adek yang SD. Haji kayaknya jauuuh di angan.

Sekarang kami sudah dewasa. Kakak saya dan suaminya sudah berangkat haji beberapa tahun lalu, langsung dari jepang. Dengar ceritanya aja, mama saya berbinar binar banget loooh, terus biasanya mulai mimbis-mimbis terharu dan berdoa semoga bisa ke sana juga. (Biasanya saya cuma amin aja, anak macam apa sih sayaaa, wekekek).

Bertahun-tahun turut gembira, entah kenapa baru kemarin tergerak untuk buka tabungan haji. Mungkin karena saya sadar ga tahu sampai kapan mama dan saya diberi hidup olehNya. Mungkin juga karena statusnya mb Rani Winarta, salah satu leader dBCN yang ngingetin bahwa haji itu lebih utama dari rumah dan mobil. Iya juga ya, rumah dan mobil adalah kebutuhan, Rukun Islam adalah kewajiban. Sama aja kayak : makan minum itu kebutuhan, tapi sholat itu kewajiban....
...
nangkep esensinya ga? Kalo ga ketangkep, coba bacanya sambil bawa jaring ato jala yaaa. Hahaha...

Semoga ini yang namanya panggilan. Semogaaaa, soalnya saya ga pinter secara agama. Ga usah diprotes ya. Mari kita anggap itu panggilan. Saya juga pengen berikan ini sebagai kejutan untuk mama.

Tanya tanya ke teman-teman, disarankan untuk bersegera. Dan hari ini saya berangkat ke bank Syariah Mandiri Jember. Saya lagi ga sehat, batuk flu hore, tapi nekat aja keburu niatnya luntur. Hihihi...

Berangkatnya sama adek dan Kemal, ga sama mama karena mama masih di Kebumen, idul adha di sana sama eyang. Sebelum berangkat, sholat dhuhur dulu, minta dikuatkan niat dan dilancarkan. Lebay ya? Gapapa lebay wong lebay mintanya sama Allah, ga sama orang :p

Nyampe sana, ngomel dulu sama Kemal karena cuma pake sendal jepit. Biasanya udah pinter siap-siap sendiri, dan saya juga ga ngecek sih, hihihi. Terus masuk, diterima sama mas CS, dijelasin ini itu dan ternyataaaa...musti sama mama kalo mau daftarin beliau. Yaaah, jadi ga bisa untuk kejutan deh.

Akhirnya saya daftar dulu atas nama sendiri. Ngisi formulir dan tanda tangan yang ga tau berapa kali itu saking banyaknya. Ngobrol sama mas CS yang kayaknya pengen piknik ke jogja sama istrinya. Dan akhirnya setor di teller. Beres. Besok tinggal bawa mama ke sini , unsur surprise akan hilang tapi ya biarin lah. Pokoke memulai dulu, semoga Allah kasih mudah, sehat, cukup semuanya. Aamiin.


Ke bank pake tas Batik Chic gratisan dari Oriflame yang baru datang 2 jam sebelumnya. Huahahaha...

Rencananya, tabungan ini akan diisi dengan bonusan dari Oriflame. Doakan lancar dan berkah yaaaa. Nanti kalo udah kekumpul masing masing  Rp 25.500.000 , baru kami akan mendapat porsi haji dan berangkat 18 tahun kemudian!!! Eaaaaa, sabar menanti judulnya.

Pokoknya usaha, selanjutnya serahkan ke Allah mau digimanain olehNya. Hihihi...

Mohon doanya, mohon ridhonya ya manteman semua. Yuuuk, bahagiakan orangtua, segerakan yang wajib. Barakallah...

Jumat, 04 November 2011

Dalam Tidur #1

Aku berada di tempat terbuka yang luas, dikelilingi pepohonan. Kupicingkan lagi mataku…ah, itu pohon kelapa sawit. Tanah lapang berumput yang terbentang di depanku, dihiasi ilalang di beberapa sudutnya. Di tengah-tengah lapangan, banyak anak-anak sedang berkegiatan. Pramuka rupanya.

Kuterka, umur mereka sekitar 10 atau 11 tahun. Beberapa anak membawa ember-ember berisi air, beberapa sibuk mengikat tali pada tongkat bambu -  membuat tandu, beberapa gadis tampak kerepotan menyalakan api di tungku kayu, dan seorang anak laki-laki membantu mereka. Tunggu… aku mengenalnya…anak laki-laki itu… itu kamu.  

Itu adalah kamu versi belasan tahun yang lalu, ah, nyaris 20 tahun yang lalu. Kamu yang tak banyak bicara, kamu yang selalu membantu orang lain, kamu yang ketua regu, kamu yang…hehehe…kamu yang manis dan imut….

Aku ada dimana sih ini? Mimpi? Atau, aku baru saja melintasi lorong waktu? Kulayangkan pandang ke sekelilingku. Aku berada di tepi lapangan , di dekat sebuah bangunan rumah, bersama beberapa orang lainnya. Mereka seperti orangtua yang menunggui anak-anaknya pramuka di sore hari. Ada yang ngobrol, ada yang sibuk dengan bacaannya, ada yang hanya terkantuk-kantuk.

…drap drap drap…!!! “AAAAAAAAA….!!!!” terdengar suara derap langkah, disertai jeritan panjang memekakkan telinga. Aku menoleh..

Seekor bandot-kambing jantan, berlari memasuki lapangan. Bandot itu tampak gusar. Di atasnya, seorang anak perempuan duduk terbanting-banting sambil berpelukan pada badan si bandot. Aku tergelak melihatnya. Begitu juga dengan orang-orang di tepi lapangan. Gadis itu akhirnya terjatuh di tanah berrumput, dan si bandot melesat meninggalkannya. Anak perempuan berkulit gelap itu bangun. Membersihkan rumput kering dan tanah yang menempel di rok pramukanya. Beberapa orang dewasa ( mungkin pembina pramuka) berlari ke arahnya, terlihat khawatir, begitu juga beberapa anak lainnya. “Aku tak apa-apa, aku baik-baik saja!” katanya. DEG! jantungku berdegup. Semua orang yang tadinya berwajah khawatir tampak lega. Sepertinya ada yang mau memarahinya. Karena aku kemudian mendengarnya berkata : “maafkan aku, aku hanya ingin menaikinya saja, tidak akan menyakitinya…..”

Hahaha…aku memakluminya, aku dulu juga pernah begitu…

Hei, jangan-jangan ini…. Aku penasaran dengan anak perempuan yang membelakangiku itu, aku menunggunya menoleh, namun dia masih sibuk membersihkan bajunya, mengelus pinggulnya sambil sedikit mengaduh. Ditingkahi senyum geli teman-teman yang membantunya. Ayolah…ayolah…sebentaaar saja, aku membatin. Tunjukkan dirimu…

Seperti mendengar, dia pun menoleh, sepersekian detik menatap ke arahku, bukan, lebih tepatnya, pandangannya menyapu ke seluruh “penonton” yang tadi melihat aksinya itu. Saat dia menatapkau tadi, tidak ada tanda-tanda pengenalan. Namun aku sudah yakin. Aku sudah tahu, aku langsung paham, itu aku, di masa lalu.

Oke, jadi apakah ini? Mimpikah? Apapun ini, aku memutuskan menikmatinya.

Aku duduk di atas sebuah lincak bambu yang agak tinggi, yang dibangun  menempel dinding, sepanjang tepi bangunan satu-satunya di tepi lapangan itu. Aku duduk di ujung kanan lincak. Di kananku, masih ada beberapa orang berdiri, ada juga yang duduk di atas sepeda motor. Di kiriku, seorang perempuan dengan rambut dicat coklat pirang. Dia sepertinya sibuk dengan semacam HP, entah sedang apa, sekilas seperti asyik sms, atau mungkin bbm.

Baru saja aku akan melihat kearah lapangan lagi, perempuan itu mencondongkan badannya ke depan. Pandanganku tertahan oleh sosok yang kudapati ternyata berada di sebelah perempuan itu.

Kamu, bersender santai di dinding. Dengan topi dan tshirt putih, kamu yang dewasa menoleh ke arahku, tersenyum. Kulemparkan pandang penuh tanya, kamu tetap tersenyum.  Si mbak-rambut-coklat beranjak dan pergi. Meninggalkan ruang selebar setengah meter antara kamu dan aku.

Kau condongkan badan kearahku, berbisik : “Sudah kubilang, aku akan bawa kamu ke tempat kita melihat bahagia. Lihat kamu kecil barusan, lucu kan?”. Aku tersenyum., mengangguk kecil. Kamu semakin mendekat, membiarkan wajah kita, hanya berjarak tak lebih dari lima senti.

Aku memalingkan wajah, malu. Kamu menjauh kembali, ke posisi seperti sebelumnya, namun kini, tanganku tergenggam olehmu. Entah apa sebabnya, aku sedikit menarik tanganmu, dan kaupun mendekat…. Menyentuhkan bibirmu dengan bibirku. Aku terpejam, kau melakukannya lagi, kini kau mengecupku ringan, dan lagi dengan lembut. Aku menyambutmu, menikmati setiap detik waktu, merasakan setiap milimeter bibirmu… Aku merasakannya, sampai saat bulir airmata turun di pipi, aku mengakui, bahkan dalam mimpi pun, kau mampu menggemakan cinta….